Dua hari setelah itu Bapak memutuskan pergi ke Kota Provinsi. Bukan karena Nenek sibuk bertanya kapan ia menikah, sibuk mengenalkan anak gadis siapalah, sibuk berceloteh kenalan manalah. Bukan karena itu. Esok pagi-pagi setelah acara lingku'an di rumah Sohbat, Mamak menitipkan surat kepada Bapak, isinya pendek saja, hanya dua kalimat, "Berhentilah mengangguku. Aku mohon." Meski pendek, Bapak versi muda tertegun lama menatap surat itu.
Bapak berkemas. Ia memutuskan berangkat menuju Kota Provinsi, kembali merantau, membawa pergi puing hatinya. Tidak sempat pamit pada Sohbat, tidak banyak penjelasan pada Nenek. Hanya Wak Yati yang mengantar ke stasiun kampung, memeluknya, berbisik, "Kau tahu Syahdan, hakikat cinta adalah melepaskan. Semakin sejati ia, semakin tulus kau melepaskannya. Percayalah, jika memang itu cinta sejati kau, tidak peduli aral melintang, ia akan kembali sendiri padamu. Banyak sekali pecinta di dunia ini yang melupakan kebijaksanaan sesederhana itu. Malah sebaliknya, berbual bilang cinta, namun dia menggenggamnya erat-erat."
Bapak hanya mengangguk.
Wak yati tertawa, menepuk pipinya. "Oi, andai aku punya tustel, sudah kufoto wajah kusut ini, Syahdan. pasti jadi kenang-kenangan indah."
Kereta api -dengan lokomotif tungku batubara- mendesis panjang. Bapak loncat ke atas gerbong. Dalam hitungan detik, setelah lenguh suara kereta memekakkan telinga. Ular besi itu bergerak maju menuju pemberhentian berikutnya. Asap dari cerobongnya mengepul ratusan meter.
sumber : Eliana :: Serial anak - anak Mamak :: Tere - Liye halaman 80 - 81
=================
Alhamdulillah akhirnya bisa baca juga buku ini, setelah lama mendamba :)
Banyak petuah penyemangat dan sindiran yang selalu ada dalam buku Tere - Liye. Khusus sepenggal cerita diatas mengena disaat yang tepat. Trims Tere - Liye :)
Bapak berkemas. Ia memutuskan berangkat menuju Kota Provinsi, kembali merantau, membawa pergi puing hatinya. Tidak sempat pamit pada Sohbat, tidak banyak penjelasan pada Nenek. Hanya Wak Yati yang mengantar ke stasiun kampung, memeluknya, berbisik, "Kau tahu Syahdan, hakikat cinta adalah melepaskan. Semakin sejati ia, semakin tulus kau melepaskannya. Percayalah, jika memang itu cinta sejati kau, tidak peduli aral melintang, ia akan kembali sendiri padamu. Banyak sekali pecinta di dunia ini yang melupakan kebijaksanaan sesederhana itu. Malah sebaliknya, berbual bilang cinta, namun dia menggenggamnya erat-erat."
Bapak hanya mengangguk.
Wak yati tertawa, menepuk pipinya. "Oi, andai aku punya tustel, sudah kufoto wajah kusut ini, Syahdan. pasti jadi kenang-kenangan indah."
Kereta api -dengan lokomotif tungku batubara- mendesis panjang. Bapak loncat ke atas gerbong. Dalam hitungan detik, setelah lenguh suara kereta memekakkan telinga. Ular besi itu bergerak maju menuju pemberhentian berikutnya. Asap dari cerobongnya mengepul ratusan meter.
sumber : Eliana :: Serial anak - anak Mamak :: Tere - Liye halaman 80 - 81
=================
Alhamdulillah akhirnya bisa baca juga buku ini, setelah lama mendamba :)
Banyak petuah penyemangat dan sindiran yang selalu ada dalam buku Tere - Liye. Khusus sepenggal cerita diatas mengena disaat yang tepat. Trims Tere - Liye :)